Selasa, 14 Maret 2017

Sebuah Konsekuensi

Mandira, akan kau dapati dimana orang-orang baik—beriman dikucilkan, dicemooh, diejek, direndahkan, ditertawakan.

Kau tak percaya? Baiklah Mandira, Meski tulisan ku tak terlalu bagus untuk kau baca, tapi izinkan aku untuk bercerita.

Dua hari lalu aku melihat teman sekelas kita, Naila, berjalan dengan kerudung panjangnya—menutupi perhiasannya—aurat menuju gedung kuliah sambil mendekap dua buah buku, gaya khasnya. Awalnya dia nampak seperti hari biasanya, tapi  ketika dia menaiki sebuah tangga, ku dapati kepalanya tertunduk, wajahnya memerah, langkahnya tiba-tiba dipercepat memasuki ruang kuliah yang pengap. Sejenak dia termenung, lalu perlahan mengusap wajahnya sambil merapalkan sesuatu, barangkali terlihat semacam mantra penenang diri. Bukan tanpa sebab, di tangga itu, Naila, mendapatkan kata sambutan tak menyenangkan, kata-kata ejekan diakhiri tawa cemooh dia dapatkan dari beberapa teman yang sedang mengobrol di tangga itu.

Suasana lokal kala itu terasa beda, sinar matahari terasa menyengat, bulir-bulir keringat menerjuni dinding-dinding muka--membasahi wajah, Andi sesekali mengusap wajahnya dengan tisu “duh panas ya!” katanya, seketika semua mata tertuju padanya. Apa yang dilakukan Andi bak seperti virus menyebar melalui angin-angin kemalasan, menular ke sebagian penghuni ruang, gelisah tak menentu, suara-suara kecil mulai menyeruak.

Pak Budi mengalihkan badannya, menggeleng-gelengkan kepalanya “diam” katanya tegas, sarat amarah, matanya tajam. Setelah itu Pak Budi berjalan menuju singgasana para dosen, sejenak menarik nafasnya lalu mengeluarkannya dengan teratur “kita sudahi saja kuliah hari ini”,  Pak Andi barangkali juga sudah bosan dengan proses belajar yang membosankan.

Semua girang, senyum-senyum melirik tetangga sebelah. Memang terkadang kuliah tak memeberikan pilihan lain selain: mendengar, mencatat, diskusi dan ulangan.

Ruangan kuliah mulai ditinggalkan penghuninya, aku, Naila dan beberapa teman yang tak perlu ku sebutkan namanya, terakhir keluar ruangan.

Naila nampak merapihkan bukunya, lalu berjalan menyebrang keluar ruangan, seketika aku dapati sekelompok wajah yang tadinya girang, manis-manis, berubah menjadi raut wajah kebencian, mulut-mulut liar mulai menerobos batas kewajaran, “katanya ustadzah, gak boleh pacaran, tapi kemaren boncengan sama cowok, huuuu dasar cewek munafik”.

“ciisss, percuma aja lu pake jilbab panjang, tapi munafik” timpal teman yang satu lagi diakhiri dengan tawa kebencian.

Naila terus melangkahkan kaki ke luar ruangan, mengabaikan ocehan mulut-mulut liar,  lalu terlihat merapalkan sesuatu, barangkali bacaan penenang diri.

Mandira, barangkali masih banyak Naila-Naila lainnya, termasuk kau dan aku.

Oh ya, aku lupa, empat hari yang lalu, Naila bersama dengan kakak laki-lakinya, bukan seperti yang mereka persepsikan.

Mandira, ketika kau berusaha hidup sesuai dengan ajaran Allah, lihatlah Mandira, akan kau dapati kata-kata yang barangkali menusuk hatimu, “wis udah jadi ustadz nih” sambil nyengir, atau “asslmkum ustdzah” dengan nada cemooh, atau akan kau dapati ketika kau berbicara tentang kebaikan, ”mulailah ceramah” dengan wajah tak senang. Yang terkadang menyakitkan.

Mandira,  Allah telah menjleasakan dalam firman-Nya, bacalah dengan iman “ Sesungguhnya orang-orang berdosa adalah mereka yang menertawakan orang-orang beriman. Dan apabila orang-orang beriman lalu di hadpan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya”(Q.S. AL-Muthaffifin: 29-30)

Lihatlah Mandira...

Akan selalu ada orang-orang yang mengusik kenyamanan atas baikmu—iman, akan selalu ada manusia yang tidak senang dengan kebaikanmu, kemudian mereka merendahkanmu, mngejekmu dan mencibirmu.

Apakah ini semacam kutukan? tidak, tepatnya ini sebuah konsekuensi dari jalan yang kita pilih, bukankah setiap persimpangan yang di pilih menawarakn kerikil-kerikil tajam, sama halnya dengan setiap pohon yang besar akan selalu ada badai yang akan menghantamnya, semakin kuat iman-mu maka akan semakin kencang badai yang akan menerpamu, tapi, berbahagialah, badai yang datang adalah bukti keimananmu, bukankah Allah telah berkata “tidaklah beriman seseorang sebelum Aku uji keimanannya...”

Mandira jika kau merasa lelah dengan sikap mereka, jika kau mulai marah dengan ejekan mereka, kan ku beri sebuah rahasia untukmu, ikutilah aku, pejamkan matamu, lalu ucaplah dengan iman “subhanallah walhamdulillah walailahaillah waulahuakbar” rasakanlah sebuah getaran kedamainn dari Allah merambat ke hatimu.

Tapi. Mandira, yakin dan percayalah orang-orang baik—beriman tak kan pernah Allah biarkan berjalan sendiri, yakin dan percayalah Allah selalu bersama oarang-orang beriman. tetaplah berdiri sebagai orang baik—beriman. Biarkan Allah yang bertindak atas sikap mereka pada orang-orang beriman. Itu janji Allah loh.

Terakhir, ikutilah aku, pejamkan matamu, ini mantra yang ku dapati dari Naila, yang sering dia rapalkan, ucaplah dengan iman “subhanallah walhamdulillah walailahaillah waulahuakbar” rasakanlah sesuatu mendesir manja dalam hatimu, memberikanmu ketengangan, mengusir jauh rasa amarah, kebencian, dendam dalam hatimu, semua penyakit hati yang dalam hatimu menguap di setiap hembusan nafasmu.

Ketika terbersit rasa benci, marah, dendam dalam hatimu, maka ucaplah dengan iman-mu “subhanallah walhamdulillah walailahaillah waulahuakbar”

rasakanlah sebuah tangan membelai lembut hatimu—memberikan kedamaian.

Selamat mencoba... :-)

0 komentar:

Posting Komentar