Selasa, 14 Maret 2017

Aku Belum Halal Bagimu

Aku kali pertama melihatmu pada januari, tepatnya pada hari minggudisebuah acara yang kami adakan. Dan kau adalah salah satu pesertanya.

Masih ingat dalam ingatanku, kalau tak salah kau duduk di depan ku, saat itu aku memandangi seluruh peserta yang datang, namun tetiba bola mataku berhenti pada satu orang yang hanya berjarak 5 meter tepat di depan ku.

Ya, dia adalah kau, yang tepat di depanku, kau tampak begitu anggun dengan pakaianmu yang sederahana. Ah, Nyatanya mata ini punya alasan untuk behenti dikamu.

Wajahmu yang bersih, putih merona, seyummu bak pelangi yang begitu indah di pandangi, “kau nampak berbeda dari yang lain, ada sebuah pelangi yang ku lihat dari dirimu,” kata hatiku sambil tersenyum kecil.

Seketika, aku tak begitu mempedulikan acaranya, memperhatikanpun tidak, karena perhatianku dialihkan oleh sesorang yang berjarak 5 meter didepanku. Bahkan sebenarnya ingin rasanya meminta panitia untuk segera menyudahi acara secepatnya.

Kau tau, mataku sesekali memerahatikanmu, melihat paduan warna; senyummu, ekspresimu, dan matamu yang menarik hati, ada daya tarik tersendiri yang kaumiliki.

Ya, kau seperti magnet, menarikku untuk mendekatimu, mungkin hanya sekedar “say hello padamu”.

Nyatanya unsur magnet mu lebih besar, kau tak kuasa menahannya,menarikku segera menemuimu, dan berkata

“Dek Ayu itu yang mana ya?” tanya ku, sebenarnya aku tak tau apa yang ku katakan, terbersit begitu saja, namun yang jelas daya tarikmu begitu kuat, membuatku mengikuti pusaran daya itu, dan daya itu adalah kau. Ayu hanyalah sebuah alasan untuk menemuimu.

“udah duluan pulang kak, kenpa? Jawabmu.

Ah suaramu begitu unik, warna suaramu dengan cepat di tangkap oleh ingatan, mewaranai seluruh saraf-saraf otakku.

“nggak ada, cuman teman kak banyak yang penasaran dengan nama Ayu,” jawabku dengan kaku, sementara kurasakan rongga-rongga dada bergetar.

“Ooo...kirain ada yang penting, kalau begitu saya duluan ya kak,” katamu di akhiri lengkungan senyummu senyum mu yang puitis.

Lalu kau mengalihkan badanmu, berjalan dengan perlahan menuju pintu keluar, di sisi lain aku yang di belakangmu terpaku tak berdaya, degup jauntungku bergetar begitu cepat, senyum mu yang puitis menenggelamkanku.

Ingin rasanya aku menghentikan langkah mu “dek tunggu dulu, kalau boleh tau siapa namamu?” namun aku tak kuasa menanyakannya, aku tak bisa berucap apa-apa karena laju degup jantungku melaju yang begitu cepat.

***

Entah ada angin apa, kita lalu beteman di jejaring sosial ; Facebook. Media sosial memang saat ini merubah cara kita berkomunikasi, di mana dia bisa menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh.

Ah, lupakan tentang medaia sosial yang telah merubah cara interaksi kita, yang jelas dari sinilah aku tau namamu adalah Nuri.

Nuri ingin ku katakan pada mu “ kau memang seperti halnya burung nuri yang cantik dengan paduan warnanya, begitulah kau, ku akui kau memang cantik”

Nuri, kau sepeti magnet dalam hidupku, menarikku pada pusaran yang tak bisa untuk di deifinisi, aku seperti terperangkap dengan sesuatu yang tak ku ketahui, tak bisa lari, karena aku telah melakat dengannya,yang jelas ini tentang sebuah perasaan.

“ah mungkikah aku terprangkap dengan yang nama C.I.N.T.A” kata hatiku
Malam terasa sunyi, tak terdengar lagi sahutan jangkrik yang mengusik keheningan malam, bulan terlihat begitu indah dengan bulatannya yang sempurna, di sisi lain tetangganya sang bintang sesekali mengedipkan cahaya keemasannya.

“Mungkinkah aku terperangkap dengan yang namanya C.I.N.T.A?” sebuah kata yang tak bisa di deskripsikan dengan teori, tapi dia nyata.

Sebenarnya aku tak begitu paham dengan yang nama cinta. Aku melihat teman-teman sekitarku dengan mudahnya meng”obral” cinta, cinta begitu murah di mata mereka seingga membiarkan cintanya digilir oleh orang-orang yang belum tentu akan mejadi pendamping hidupnya, bagaimana mungkin kita menyatakan cinta ketika di kotori dengan nafsu, bagaimana mungkin orang-orang mengatakan cinta tapi justru melanggar hukum-hukum Tuhan, aku punya satu pertanyaan “ketika cinta di buktikan dengan melanggar hukum-hukum Tuhan, apakah itu tetap namanya cinta?”.

Pikiranku kembali terbayang padamu yang saat itu berjarak 5 meter tepat di depanku, masih ku ingat lengkung senyummu yang puitis, dan disaat mata kita bertemu dikala aku meyapamu.

Sebenarnya ingin sekali aku ungkapkan perasaanku padamu, tapi lidah ini kelu untuk mengatakannya, bukan masalah aku tak punya nyali, apalagi kau tak bisa menerimanya, tapi hany satu yang bisa membuatku bisa bertahan, meski pergulatan panjang dengan hati sendiri, meski harus membiarkan hati sesak karena terpendam, hanya satu, yang membuatku masih diam dalam gundahku, karena “aku belum halal bagimu”.

Kerinci, 24 juni 2014

0 komentar:

Posting Komentar