Aku kali pertama melihatmu pada januari, tepatnya pada hari
minggudisebuah acara yang kami adakan. Dan kau adalah salah satu
pesertanya.
Masih ingat dalam ingatanku, kalau tak salah kau
duduk di depan ku, saat itu aku memandangi seluruh peserta yang datang,
namun tetiba bola mataku berhenti pada satu orang yang hanya berjarak 5
meter tepat di depan ku.
Ya, dia adalah kau, yang tepat di
depanku, kau tampak begitu anggun dengan pakaianmu yang sederahana. Ah,
Nyatanya mata ini punya alasan untuk behenti dikamu.
Wajahmu yang
bersih, putih merona, seyummu bak pelangi yang begitu indah di
pandangi, “kau nampak berbeda dari yang lain, ada sebuah pelangi yang ku
lihat dari dirimu,” kata hatiku sambil tersenyum kecil.
Seketika,
aku tak begitu mempedulikan acaranya, memperhatikanpun tidak, karena
perhatianku dialihkan oleh sesorang yang berjarak 5 meter didepanku.
Bahkan sebenarnya ingin rasanya meminta panitia untuk segera menyudahi
acara secepatnya.
Kau tau, mataku sesekali memerahatikanmu,
melihat paduan warna; senyummu, ekspresimu, dan matamu yang menarik
hati, ada daya tarik tersendiri yang kaumiliki.
Ya, kau seperti magnet, menarikku untuk mendekatimu, mungkin hanya sekedar “say hello padamu”.
Nyatanya unsur magnet mu lebih besar, kau tak kuasa menahannya,menarikku segera menemuimu, dan berkata
“Dek
Ayu itu yang mana ya?” tanya ku, sebenarnya aku tak tau apa yang ku
katakan, terbersit begitu saja, namun yang jelas daya tarikmu begitu
kuat, membuatku mengikuti pusaran daya itu, dan daya itu adalah kau. Ayu
hanyalah sebuah alasan untuk menemuimu.
“udah duluan pulang kak, kenpa? Jawabmu.
Ah suaramu begitu unik, warna suaramu dengan cepat di tangkap oleh ingatan, mewaranai seluruh saraf-saraf otakku.
“nggak
ada, cuman teman kak banyak yang penasaran dengan nama Ayu,” jawabku
dengan kaku, sementara kurasakan rongga-rongga dada bergetar.
“Ooo...kirain ada yang penting, kalau begitu saya duluan ya kak,” katamu di akhiri lengkungan senyummu senyum mu yang puitis.
Lalu
kau mengalihkan badanmu, berjalan dengan perlahan menuju pintu keluar,
di sisi lain aku yang di belakangmu terpaku tak berdaya, degup
jauntungku bergetar begitu cepat, senyum mu yang puitis
menenggelamkanku.
Ingin rasanya aku menghentikan langkah mu “dek
tunggu dulu, kalau boleh tau siapa namamu?” namun aku tak kuasa
menanyakannya, aku tak bisa berucap apa-apa karena laju degup jantungku
melaju yang begitu cepat.
***
Entah ada angin apa, kita lalu
beteman di jejaring sosial ; Facebook. Media sosial memang saat ini
merubah cara kita berkomunikasi, di mana dia bisa menjauhkan yang dekat,
mendekatkan yang jauh.
Ah, lupakan tentang medaia sosial yang telah merubah cara interaksi kita, yang jelas dari sinilah aku tau namamu adalah Nuri.
Nuri
ingin ku katakan pada mu “ kau memang seperti halnya burung nuri yang
cantik dengan paduan warnanya, begitulah kau, ku akui kau memang cantik”
Nuri,
kau sepeti magnet dalam hidupku, menarikku pada pusaran yang tak bisa
untuk di deifinisi, aku seperti terperangkap dengan sesuatu yang tak ku
ketahui, tak bisa lari, karena aku telah melakat dengannya,yang jelas
ini tentang sebuah perasaan.
“ah mungkikah aku terprangkap dengan yang nama C.I.N.T.A” kata hatiku
Malam
terasa sunyi, tak terdengar lagi sahutan jangkrik yang mengusik
keheningan malam, bulan terlihat begitu indah dengan bulatannya yang
sempurna, di sisi lain tetangganya sang bintang sesekali mengedipkan
cahaya keemasannya.
“Mungkinkah aku terperangkap dengan yang namanya
C.I.N.T.A?” sebuah kata yang tak bisa di deskripsikan dengan teori, tapi
dia nyata.
Sebenarnya aku tak begitu paham dengan yang nama
cinta. Aku melihat teman-teman sekitarku dengan mudahnya meng”obral”
cinta, cinta begitu murah di mata mereka seingga membiarkan cintanya
digilir oleh orang-orang yang belum tentu akan mejadi pendamping
hidupnya, bagaimana mungkin kita menyatakan cinta ketika di kotori
dengan nafsu, bagaimana mungkin orang-orang mengatakan cinta tapi justru
melanggar hukum-hukum Tuhan, aku punya satu pertanyaan “ketika cinta di
buktikan dengan melanggar hukum-hukum Tuhan, apakah itu tetap namanya
cinta?”.
Pikiranku kembali terbayang padamu yang saat itu
berjarak 5 meter tepat di depanku, masih ku ingat lengkung senyummu yang
puitis, dan disaat mata kita bertemu dikala aku meyapamu.
Sebenarnya
ingin sekali aku ungkapkan perasaanku padamu, tapi lidah ini kelu untuk
mengatakannya, bukan masalah aku tak punya nyali, apalagi kau tak bisa
menerimanya, tapi hany satu yang bisa membuatku bisa bertahan, meski
pergulatan panjang dengan hati sendiri, meski harus membiarkan hati
sesak karena terpendam, hanya satu, yang membuatku masih diam dalam
gundahku, karena “aku belum halal bagimu”.
Kerinci, 24 juni 2014
Selasa, 14 Maret 2017
Aku Belum Halal Bagimu
Selasa, 14 Maret 2017
#Cerita
- Kali Dibaca
0 komentar:
Posting Komentar